Assalammu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Welcome to Blog ADAM DIANSUNI IDIIL (ADID) MUTHALIB

Senin, 02 September 2013

JABATAN: PRESTASI ATAU PRESTISE?

“To be humble to superiors is duty, to equals courtesy, to inferiors nobleness” (Ben Franklin) Sering kita mendapatkan adanya dikhotomi antara mengutamakan proses atau hasil. Bisa menimbulkan perbincangan panjang kalau kita sudah memperdebatkan antara proses dan hasil (process or result oriented). Terkadang kita merasa sedemikian pentingnya hasil yang ingin kita capai, sehingga kita terdorong untuk melakukan segala cara agar bisa segera mencapai hasil yang diinginkan tersebut. Hal ini menunjukkan kenyataan yang sering terjadi saat ini dimana hasil dipandang lebih penting daripada proses (the end justifies the means), dan kondisi seperti ini sering kita dengar atau temui dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dampak adalah dorongan/tekanan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Karena setiap orang ingin dan harus menjadi yang terbaik, maka muncullah persaingan yang ketat satu sama lain. Walaupun persaingan sudah ada secara alamiah dalam rangka memunculkan hasil yang lebih baik, namun muncul dampak lain sebagaimana mengutip perkataan David Sarnoff: "Competition brings out the best in products and the worst in people." Setiap anggota masyarakat umumnya mendapatkan dua jenis status dalam kelompok masyarakatnya, yaitu ascribed status (status di masyarakat yang umumnya diterjemahkan sebagai pemberian Tuhan sejak lahir dan melekat pada diri individu), yang antara lain terbentuk karena faktor keturunan dan umur. Di sisi lain manusia juga mendapatkan pengakuan berdasarkan achieved status (status di masyarakat yang dapat dimiliki oleh semua anggota masyarakat, namun untuk memperolehnya harus diperjuangkan). Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat semakin menganggap achieved status sebagai sesuatu yang lebih layak dijadikan barometer keberhasilan seseorang. Dalam rangka mendapatkan achieved status yang diinginkan tersebut, persepsi anggota masyarakat mulai berubah dan mulai menganggap remeh keberadaan ascribed status. Padahal ascribed status yang bersifat natural justru biasanya mengedepankan nilai moral/spiritual seperti sopan-santun, terutama yang muda terhadap yang tua. Karena satu-satunya hal di dunia yang Tuhan tidak berikan kemampuan kepada manusia untuk merekayasa adalah umur/waktu. Bahkan salah satu ayat dalam Kitab Suci Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia yang menyia-nyiakan waktu adalah termasuk orang yang merugi. “I am always ready to learn, although I do not always like being taught”, demikian ungkapan yang disampaikan oleh Winston Churchill. Cara yang paling mendasar namun sekaligus juga paling ampuh untuk dapat menjalin hubungan dengan orang lain adalah dengan memiliki kemampuan untuk menjadi pendengar. Dengan kesediaan menjadi pendengar yang baik, bisa jadi kita telah saling memberikan hal yang paling penting dan paling dibutuhkan, yaitu perhatian kita. Keseriusan kita mendengarkan bisa menjadi sarana komunikasi dan menunjukkan empati yang lebih efektif, bahkan bila dibandingkan dengan kata-kata menghibur yang kita sampaikan. “When people talk, listen completely. Most people never listen” (Ernest Hemingway). Mendengarkan adalah kemampuan tersendiri yang belum tentu bisa dimiliki dengan mudah oleh seseorang. Apa yang kerap terjadi di tengah masyarakat dan sering kita lihat adalah seseorang yang secara status sosial merasa lebih tinggi karena didorong oleh posisi yang berhasil dicapainya (achieved status), maka yang bersangkutan biasanya memiliki kecenderungan untuk tidak memiliki kemampuan “mendengarkan” orang yang ada di bawah pengaruhnya. Hal ini bukan hanya terjadi pada orang yang lebih tua, bahkan pada orang yang lebih muda sekalipun!! Listening is learning. Dengan mendengarkan, kita sekaligus juga belajar. Karena esensinya dari orang bodoh sekalipun kita bisa belajar, minimal belajar untuk tidak meniru kebodohan orang tersebut. Mendengarkan juga sekaligus merupakan bentuk penghormatan kepada orang yang sedang berbicara. Karena ada perbedaan yang signifikan antara bersikap hormat (salute) kepada seseorang dengan menghormati (respect) seseorang. Pada waktu kita bersikap hormat kepada lawan bicara, bisa jadi hal tersebut kita lakukan hanya secara fisik karena pertimbangan atribut fisik lawan bicara kita, misalnya karena kedudukannya yang lebih tinggi. Namun ketika kita menghormati lawan bicara, maka sikap hormat yang kita berikan lebih tulus (mental attitude) karena rasa penghargaan yang kita berikan kepada lawan bicara. Dengan kata lain, seseorang yang menghormati lawan bicaranya secara otomatis akan bersikap hormat. Sebaliknya seseorang yang bersikap hormat kepada lawan bicaranya belum tentu benar-benar menghormati lawan bicaranya tersebut. "If there is any great secret of success in life, it lies in the ability to put yourself in the other's place and to see things from his point of view - as well as your own." (Henry Ford)