Assalammu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Welcome to Blog ADAM DIANSUNI IDIIL (ADID) MUTHALIB

Minggu, 23 Mei 2010

DILEMA DALAM PEMASARAN PRODUK PERBANKAN DI INDONESIA

Tingginya tingkat persaingan antar bank di Indonesia mengharuskan setiap bank untuk selalu mencari terobosan baru dalam memasarkan produk-produknya agar bisa meningkatkan market share masing-masing di masyarakat. Hal ini ditempuh antara lain dengan berusaha menyediakan berbagai layanan perbankan maupun finansial lainnya dalam rangka menjadikan bank masing-masing sebagai “one stop financial & banking service”.

Berbagai jalan ditempuh oleh masing-masing bank untuk dapat meningkatkan market share sebagai salah satu sasaran operasional (operational objective) mereka, antara lain dengan memperluas customer base maupun dengan memberikan stimuli kepada nasabah yang sudah ada untuk meningkatkan intensitas transaksi maupun memanfaatkan variasi produk yang ditawarkan oleh banknya (cross selling). Untuk mencapai hal tersebut, berbagai usaha dilakukan antara lain dengan meningkatkan promosi serta menggiatkan usaha pengembangan baik produk maupun sistem layanan yang kesemuanya berorientasi kepada nasabah.

Berdasarkan observasi yang dipresentasikan oleh Dr. David Corkindale, ada tiga jenis pasar berdasarkan perilaku dan loyalitas pembelinya, yaitu :
1. Repertoire Markets : pasar dimana konsumen melakukan pembelian berdasarkan kategori barang/jasa yang akan dikonsumsi, bukan berdasarkan merek (brand) tertentu dalam kategori barang/jasa tersebut; biasanya berlaku hukum substitusi (konsumen membeli dari berbagai merek/multi branding). Contoh : barang kelontong, acara TV.
2. Subscription Markets : pasar dimana konsumen menentukan satu merek tertentu untuk kategori barang/jasa yang akan dikonsumsi, karena sifat dari kategori barang/jasa tersebut yang mensyaratkan adanya pengajuan permohonan (to subscribe) untuk bisa menjadi pemakai. Contoh : perbankan, asuransi.
3. Durable Markets : pasar dimana kategori barang/jasa yang dibeli tersebut dikonsumsi untuk periode yang cukup lama sebelum melakukan pembelian berikutnya. Contoh : mobil, kulkas.

Berdasarkan klasifikasi pasar diatas, maka perbankan dinyatakan termasuk kedalam jenis Subscription Markets dengan cirinya antara lain adanya loyalitas pada satu merek karena keputusan untuk memilih satu merek tertentu dalam kategori tersebut didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang mendasari konsumen untuk membuat suatu komitmen investasi jangka panjang. Dalam hal ini, keputusan yang didasarkan pada perasaan (emotional decision) seharusnya mengambil porsi yang lebih besar dibanding keputusan yang hanya mengandalkan pertimbangan rasional semata dalam menentukan pilihan perbankan.

Di Indonesia, bisnis perbankan tampaknya tidak terlalu mengikuti pola pasar diatas. Hal ini bisa dilihat dari adanya kecenderungan nasabah suatu bank juga menjadi nasabah bank lain (polygamous buying behavior), suatu kondisi yang seharusnya menjadi ciri dari repertoire markets. Hal ini bisa jadi dipengaruhi oleh sangat banyaknya jumlah bank beroperasi di Indonesia saat ini yang jumlahnya bisa mencapai ratusan (bandingkan, misalnya, dengan jumlah hanya belasan bank yang beroperasi di seluruh daratan Australia), menjadikan kompetisi antar bank sangat ketat. Akibat “terlalu” sempurnanya kompetisi perbankan di Indonesia namun tidak diimbangi oleh perkembangan pasar yang menjadi targetnya, mendorong setiap bank melaksanakan mass marketing melalui promosi di berbagai media massa yang bertujuan untuk meraih sebanyak mungkin nasabah, termasuk dengan berbagai iming-iming hadiah. Usaha penetrasi pasar melalui berbagai promosi seperti diatas tentunya memberikan hasil yang diharapkan antara lain meningkatnya customer base.

Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah tujuan suatu bank hanya ingin memperluas customer base melalui penetrasi pasar yang dilakukannya? Mungkin jawabannya adalah “Ya” jika memang meningkatnya jumlah nasabah juga meningkatkan volume dan revenue penjualan. Namun pertanyaan berikutnya yang muncul adalah apakah peningkatan volume dan revenue penjualan tersebut secara otomatis juga meningkatkan keuntungan bank? Untuk hal ini tentunya bergantung pada seberapa besar porsi peningkatan revenue tersebut dibanding porsi peningkatan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan program-program penetrasi pasar tersebut. Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa yang menjadi sasaran operasional bank bukan hanya meningkatkan jumlah nasabahnya tetapi justru yang terpenting adalah bagaimana peningkatan jumlah nasabah tersebut memberikan kontribusi terhadap laba operasional bank. Pada gilirannya, peningkatan laba operasional ini secara proporsional juga akan meningkatkan jumlah anggaran untuk pengembangan produk dan layanan yang berorientasi kepada kebutuhan masing-masing nasabah yang berbeda.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apapun langkah pemasaran yang diambil suatu bank, baik itu berupa akuisisi nasabah baru maupun memelihara nasabah yang sudah ada, harus memperhitungkan value dari tiap-tiap nasabah dengan sasaran akhir mencapai return per customer yang tinggi. Yang harus menjadi fokus adalah bagaimana memelihara loyalitas nasabah melalui “sentuhan” pelayanan kepada setiap nasabah secara individual, yang akan menimbulkan pengalaman berkesan serta akan mempengaruhi keputusan mereka dalam menentukan pilihan investasi jangka panjangnya. Dengan kondisi tersebut, masih perlukah nasabah mencari produk competitor sebagai substitusi ?