Assalammu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Welcome to Blog ADAM DIANSUNI IDIIL (ADID) MUTHALIB

Minggu, 23 Mei 2010

PRODUK SEBAGAI UJUNG TOMBAK BRAND

“Apalah artinya sebuah nama?” Demikian ungkapan yang sering kita dengar. Hal ini tampaknya berlaku untuk barang kebutuhan sehari-hari atau yang dikenal dengan istilah fast-moving consumer goods (FMCG) mulai dari sabun cuci hingga air minum dalam kemasan serta stationery. Barang-barang demikian termasuk dalam kriteria repertoire market karena sifatnya yang cenderung homogen dari satu produsen ke produsen lainnya sehingga konsumen sepertinya tidak terlalu menghiraukan apapun merek produk yang mereka beli dan dengan mudah berganti merek hanya karena sedang dalam masa promosi atau diskon. Dengan kata lain, konsumen cenderung tidak memiliki loyalitas terhadap merek tertentu. Akibatnya, distributor seperti supermarket sebagai titik kontak langsung dengan konsumen ikut menentukan keberhasilan penjualan suatu merek tertentu. Karena itu muncul fenomena dengan dijualnya produk-produk bermerek supermarket (store brand) sebagai dampak menguatnya bargaining power mereka sebagai distributor untuk “memaksa” para produsen/pemasok untuk memasang juga merek supermarket pada produk produsen yang kemudian dijual dengan harga lebih murah.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah fenomena ini juga berlaku untuk bidang jasa seperti perbankan mengingat sifat jasa perbankan sendiri yang termasuk dalam kategori subscription market dimana konsumen harus berinteraksi dengan frontline bank untuk mendapatkan pelayanan dan melalui prosedur tertentu untuk menjadi nasabah sehingga memungkinkan munculnya loyalitas terhadap bank tertentu. Kenyataan yang kita temui adalah bahwa kebanyakan nasabah bank saat ini bertransaksi atau memiliki rekening di lebih dari satu bank akibat kompetisi di dunia perbankan yang diwarnai dengan diversifikasi produk disertai berbagai kemudahan bahkan iming-iming tertentu apabila menjadi nasabah sehingga memungkinkan nasabah untuk memilih bank sesuai preferensinya.

Berdasarkan kenyataan demikian, maka peran cabang sebagai ujung tombak utama pelayanan bank yang banyak berinteraksi dengan nasabah menjadi penting. Peran cabang dapat disamakan dengan supermarket karena dapat ikut menentukan keberhasilan penjualan suatu produk. Bayangkan seandainya cabang-cabang Bank Mandiri boleh menjual produk-produk dari bank-bank lain sama seperti halnya supermarket yang menjual produk dari berbagai produsen. Bisa saja terjadi bahwa ternyata mereka lebih bersemangat untuk menjual produk bank pesaing karena produk-produknya lebih mudah dipasarkan dan lebih sesuai dengan kebutuhan para nasabah selain mungkin juga karena reward scheme yang lebih baik.

Disinilah peran bagian pengembangan produk (product managers) selaku “pemilik” produk akan sangat menentukan kesuksesan produk yang akan dijual kepada nasabah. Strategi yang perlu dijalankan untuk tujuan tersebut adalah “Pull & Push”. Melalui strategi demikian, keberadaan dan kelebihan-kelebihan produk diinformasikan secara gencar kepada nasabah/masyarakat melalui iklan di berbagai media disertai berbagai program promosi untuk merangsang target audience mencari tahu lebih jauh (Pull) melalui titik kontak bank seperti cabang, dan untuk itulah perlunya meyakinkan dan memotivasi cabang-cabang bahwa produk yang akan mereka jual adalah memang produk yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah (Push).

Dalam perbankan, produk/layanan juga tidak bisa dipisahkan dari merek (brand) sebagai identitas produk/layanan itu sendiri. Untuk Bank Mandiri, hampir semua produknya menyandang nama Mandiri seperti Tabungan Mandiri, Deposito Mandiri dan Giro Mandiri. Penggunaan nama Mandiri di hampir semua produk/layanan adalah sangat relevan mengingat positioning Bank Mandiri di pasar perbankan Indonesia yang sudah demikian strategis didorong oleh meningkatnya awareness dan perceived value masyarakat terhadap nama Bank Mandiri sehingga menguatkan posisinya sebagai brand equity.

Ketenaran nama Bank Mandiri ini sendiri bisa menjadi dua sisi mata pedang bila tidak dipergunakan secara cermat dan bijaksana untuk kepentingan marketing. Di satu pihak menguntungkan karena dapat berfungsi sebagai endorsement bagi produk-produk/layanan-layanan baru sehingga akan lebih mudah diterima oleh masyarakat (seperti meniru salah satu iklan: “Satu lagi dari …. Bank Mandiri!”). Namun di pihak lain ketenaran nama Bank Mandiri membuat tingginya pengharapan masyarakat (expected value) terhadap setiap produk/layanan perbankan yang menyandang nama Mandiri.

Oleh karena itu, setiap peluncuran produk/layanan baik yang bersifat baru maupun hasil pengembangan hendaknya benar-benar dipersiapkan matang khususnya dengan mempertimbangkan trend kebutuhan dan permintaan masyarakat serta karakteristik setiap cabang yang tentunya berbeda-beda. Jangan sampai terjadi bahwa suatu produk/layanan yang belum matang atau belum layak jual (antara lain karena belum dilakukan market test, belum siapnya infrastruktur pendukung termasuk di dalamnya kesiapan cabang-cabang sebagai distributor) namun dipaksakan untuk dipasarkan. Dampak dari hal tersebut bisa menurunkan confidence terhadap Bank Mandiri baik intern maupun ekstern yang pada akhirnya dapat menghancurkan brand equity yang sudah dibangun.

Memang tidak ada formulasi tertentu untuk menentukan timing kapan waktunya suatu produk/layanan siap dipasarkan. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk menjadi pemenang pasar kita tidak harus selalu menjadi pelopor (first mover). Dalam beberapa hal, menjadi follower bisa memberikan keuntungan tersendiri. Kuncinya kembali lagi adalah kesiapan seluruh jajaran yang terlibat untuk memberikan komitmen penuh.